Surat Untukmu (28)

Dear Edward,

Apa kabar kau di sana? apakah saat ini kau sedang melihatku dari atas?.  Sudah 8 tahun kau meninggalkanku di dunia ini, ah waktu seperti berjalan lambat tanpamu. Aku disini baik-baik saja, bulan lalu Diandra melahirkan cucu kita yang ke 3, jenis kelaminnya seperti yang kau harapkan, kita sudah punya cucu laki-laki. Sedangkan anak kita  Leo, tahun depan dia akan menikah dengan Belinda. Kau pasti sudah mengetahuinya bukan? Yah akhirnya setelah mereka berpacaran sejak SMP, mereka pun melanjutkan hubungan mereka ke pernikahan. Kau pernah bilang, hubungan Leo dan Belinda seperti hubungan kita berpacaran dulu, lama sekali, tapi itulah yang menjadi ujian bagi hubungan kita, dimana rasa kebosanan sering menjadi bumbu percintaan kita..

Edward, sudah setahun aku tinggal di kota ini, kota kecil yang jauh dari kebisingan. Leo sempat bilang padaku, kalau aku tidak perlu pindah hanya karena ia akan menikah. Tapi kau tahu sendiri bukan kalau aku orangnya keras kepala, kalau aku sudah berkata A ya A, sulit untuk diubah dan yang mampu berubahnya tentu saja dirimu, tak ada yang menggantikanmu untuk menundukkan keras kepalaku ini. Ketika membaca surat ini pasti kau sedang tertawa kan disana, aku ingat waktu Diandra bilang mau pindah kost dekat tempat kerjanya, aku pernah melarangnya tapi sepertinya sifat keras kepalanya menurun dariku, dia tetap pindah juga. Aku beruntung  Diandra menemukan belahan hatinya yang bisa menundukkan keras kepalanya, Jason menantu kita mirip sekali denganmu Edward. Aku salut dia bisa menaklukan hati Diandra anak kita.

Oya Edward..Kau pasti penasaran kan dengan kehidupanku di  kota kecil ini?. Baiklah aku akan bercerita. Setahun disini benar-benar membuatku mengerti arti persaudaraan sesungguhnya. Aku bertemu banyak orang yang memperhatikanku, aku mengikuti segala macam pelayanan. Aku juga aktif di persekutuan lansia, aku bisa jalan-jalan, serta mengikuti paduan suara dengan orang-orang seusiaku. Setahun disini, membuatku merasa betah untuk menghabiskan sisa masa tuaku disini, Diandra dan Leo pun akhirnya menyetujui keputusanku. Maka sebulan lalu aku pun mendaftarkan atestasi ke gereja yang biasa aku layani. Dan, pada kebaktian pagi ini, namaku dipanggil sebagai anggota jemaat yang baru. Aku dipersilahkan untuk berdiri menghadap jemaat sehingga mereka dapat mengenalku, meskipun sudah sebagian orang telah mengenalku tapi kali ini aku benar-benar disambut dengan sukacita oleh seluruh warga gereja. Tahukah kau Edward, sebagai tanda sukacita atas kehadiranku sebagai anggota jemaat yang baru, aku diberi setangkai bunga mawar oleh majelis jemaat. Semenjak dirimu tiada, baru kali ini aku mendapat bunga mawar lagi. 

Edward, aku jadi curiga apakah bunga mawar ini kau kirim khusus di hari ulang tahunku pada hari ini? Kenapa hari minggu ini bertepatan dengan hari ulang tahunku lalu ada mawar?
Semua pertanyaan itu tidak perlu kau jawab..
Terima kasih Edward, bahkan dari surga pun kau masih mengingatnya.
Aku akan terus mencintaimu, selalu dan sampai ajal menjemputku.


Dari yang mencintaimu

Rose



Tok..tok...

"Ya bi.."

"Ini aku Ma..." Suara Diandra mengejutkanku, cepat-cepat kusimpan suratku itu ke dalam kotak rahasiaku. Kotak yang berisi surat-surat untuk Edward, mendiang suamiku, aku tidak mau Diandra tahu rahasiaku untuk tetap tegar sampai saat ini adalah menulis surat untuk Edward, walaupun surat-surat itu memang tidak bisa kukirimkan.

"Diandra??"  Aku pun membuka pintu kamarku dan melihat Diandra beserta suami serta cucu-cucuku datang membawa kue ulang tahun dan tiba-tiba..


"Alo maa..selamat ulang tahun yaa...." Leo pun  mengagetkanku juga, ia datang bersama Belinda. Mereka  semua mengecup pipiku apalagi Maria dan Martha kedua cucu perempuanku langsung memelukku dan memanggilku Oma.

"Ma, ditiup dong lilinnya eh make a wish dulu ma" kata Leo menggodaku.

"Mama udah tua gini pake make a wish segala.."

"Hahaha...biarin..kalo mama make a wishnya harus diucapin"

"Hmm mama mau kita bahagia dan rukun selalu seperti ini" kataku mengucapkan make a wishku dan meniup lilin ulang tahunku yang sudah dinyalakan diatas kue tart."

"Horeeee! kita sudah boleh makan kue.!! sorak kedua cucu perempuanku itu.





Hai Edward, kalau kau masih ada, kau pasti akan ikut meniup lilin yang ke 70 ini bersamaku.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemeran Utama (8)

MENANTI -end- (Chapter 12)

Pria di Ujung Dermaga