When You’re Gone (17)





Cassandra Reiza.

Namanya cantik secantik orangnya. Tapi sayangnya hubungan kami tidak berakhir dengan “cantik” seperti pasangan kekasihnya lainnya. 

Aku bertemu dengannya ketika kami sama-sama mengikuti pertukaran mahasiswa di kampus. Ia terlihat menarik diantara semua peserta perempuan.
Berawal dari pertemanan biasa yang dimana-mana kami selalu pergi bergerombol dengan teman-teman lainnya, lama kelamaan kami lebih merasa nyaman pergi berdua saja. 

Cinta datang karena biasa. Kisah percintaan dengan cerita yang klise. Kami berdua pun menemukan kenyamanan diantara kami hingga kami memutuskan untuk berpacaran.

Setahun…

Dua tahun…

Pada tahun yang ketiga Sandra memutuskan untuk melanjutkan hidup di luar negeri.
Cerita klise lainnya pun dimulai. Kami LDR-an. Sama-sama menahan rindu jikalau kami sedang merasakan kesepian ditempat kami masing-masing. Namun sepertinya rinduku terlebih besar daripadanya rindunya. Rindu yang membuatku nekat untuk menguras tabunganku untuk pergi menemuinya. Rindu yang beracun karena kedatanganku ternyata menjadi akhir kebersamaan kami.

Dia bilang dia ingin lebih konsentrasi mengejar karirnya.
Dia bilang kalau jodoh kami pasti dipertemukan lagi.
Dia bilang kalau dia ingin kami tetap berteman baik.
Aku terpaksa menyetujuinya.

Aku pulang. Aku mengurung diri berhari-hari. Apa salahku? Ternyata benar kata orang jarak dan waktu bisa mengubah seseorang.

“Rex…gimana jadi ikutan gak ma kita-kita?” tanya Bram diseberang telpon.
“Iya jadi …jam 7 kan konsernya?” kataku memastikan
“yup” jawabnya singkat seperti biasanya.
“ok”
Jujur sebenarnya aku sedang malas mengikuti ajakan Bram dan Sekar untuk nonton konser tapi ya sudahlah…
Aku melihat bayanganku di kaca. Not bad. Siapa tahu aku bisa mencari pengganti Sandra.
Aku pun memanaskan mobilku dan tak lama kemudian aku sudah berada di jalan. Ketika di lampu merah, hapeku berbunyi dan melihat nama pemanggilnya ternyata Sandra. Aku tak tahu apakah aku harus mengangkat atau tidak, dan bertepatan dengan lampu hijau yang menyala, aku mengangkatnya.

“Rex…”
“Hmm..gimana San..”
“Jemput aku dong…”
“Emang kamu dimana?”
“Yah Rex..kan ini aku pake no indo…aku di bandara nih…takut naik taxi disini…”
“Taxi bandara gak papa kali San…”

“enggak ah…aku tunggu kamu sekarang ya” Telepon ditutup dan itu artinya aku harus memutar arah untuk menjemputnya. I’m stupid? Yes..i know it.

Sayangnya kejadian aku memutar arah membawa celaka bagiku. Mobilku bertabrakan dengan truk tronton.
Kejadiannya begitu cepat dan membuatku berada disini bersama-sama orang-orang terdekatku yang menangis mendoakanku. Aku masih sayup-sayup mendengar suara mereka sayangnya hanya sebentar aku menyadari mereka ada bersamaku. Tubuhku sangat lemah. Aku hanya ingin tertidur. Tidur yang lama sekali.                                                                            
~~~

“Hai Rexy…aku Mayang…masih ingat kan? Gimana kabar hari ini?”
Seperti biasa tak ada sapaan balik, Rexy penghuni kamar 107 masih terbaring dengan alat bantuan pernafasan.  Jangan bilang aku gila karena ngomong sendiri dengan pasien yang koma .
Sudah hampir memasuki bulan ketiga, namun ia masih tak sadarkan diri. Aku pun tak lelah untuk menyapanya setiap kali memasuki kamarnya untuk mengganti infuse, membersihkan wajahnya dengan handuk yang telah kubasahi dengan air hangat, aku bercerita banyak hal tentangku, dari cerita aku dimarahi kepala perawat, kisah putus cinta antara aku dan Ryo, hubungan dengan teman-temanku. Aku seperti menemukan teman baru untuk berbagi meskipun dia hanya terdiam yang membuatku tak yakin apa ia mendengarku bercerita atau tidak.
Aku membawakan buku untuk kubacakan. Aku mendoakannya supaya ia segera sadar, supaya ia tahu banyak orang yang merindukannya. Aku selalu merasa sedih melihat orang tuanya datang berkunjung.
Rexy Argantara. Pria yang kuketahui namanya ketika aku mendapat tugas untuk merawatnya.
Pria yang membuatku bersemangat untuk bekerja di rumah sakit ini. Aku ingin ketika ia sadar, ia bisa mengenaliku walaupun aku memang bukan siapa-siapanya dia, setidaknya aku ingin bertanya apakah ia mendengar cerita-ceritaku? Aku selalu penasaran apakah orang yang koma bisa tetap merasakan kehadiran orang di sekitarnya?

~~~

Masa pemulihanku berakhir, namun aku tetap penasaran dengan kehadiran seseorang yang selalu merawatku di saat aku tak sadarkan  diri selama 3 bulan. Aku akui aku ingin sekali melihatnya ketika kesadaranku mulai perlahan kembali, sayangnya ia tak ada. Bagaimana aku tahu dia tak ada diantara perawat-perawat itu, aku juga bingung. Aku tak pernah melihat wajahnya.
Saking penasarannya, aku bertanya pada perawat-perawat lainnya.
“Sus…tau nama perawat yang biasa temani saya waktu saya koma dulu? Sorry..nama anda Ve ya? Teman baiknya perawat yang biasa temani saya?”

“Hah? Koq anda tahu saya teman baiknya Mayang?”

“Jadi namanya Mayang ya?”

“Iya…bentar-bentar kenapa bisa tahu saya teman baiknya dia?”

“Saya familiar dengan nama anda sus…oya dia sekarang dimana, saya bisa ketemu?”

“Ketemu Mayang? Dia gak bisa ditemui karena dia lagi sakit”

“Sakit apa?”

“cacar…”

“oh..kalau begitu bisa saya minta no hp dan alamatnya?” tanyaku penasaran.
“Maaf saya tidak bisa kasih tau, saya harus tanya dia dulu..”

“Oh ya sudah tidak apa-apa…sampaikan salam saya untuk dia ya..terima kasih banyak sus Ve…”

“iya, nanti saya sampaikan”


~~~
“May..may kamu dicariin tuh dari seminggu lalu…” Ve sedikit berbisik padaku ketika kami sedang berjalan kearah lobby untuk pulang.
Dicari siapa Ve?” tanyaku penasaran.
“Pasien penghuni kamar 107 yang waktu itu koma..” Lagi-lagi Ve memberi informasi sambil berbisik.
“ooh ..terus kenapa kamu dari tadi bisik-bisik sih Ve ngomongnya?” tanyaku heran.
“hahaa..aku juga bingung May…eh itu orangnya…datangin gih…” Ve mendorongku untuk maju.
Sesampai di dekatnya, aku jadi deg-degan sendiri. Dia sedang sibuk membaca bukunya.
“Hai ” Aku mencoba menyapanya.
Sedikit terkaget dengan kehadiranku, ia menyapaku balik “hai juga…siapa ya?” Ia menanyakan kembali.
Saya Mayang…semoga kamu ingat, kalau gak ya gak papa sih..wajar .”
“Mayang??” Ia tampak memikirkan sesuatu.
“Kata teman saya Ve, anda mencari saya ya? Gimana udah baikan?” Aku mencoba untuk mengingatkannya kenapa dia mencariku.
“Ooohhh kamu Mayang, perawat yang ngerawat aku selama aku koma ya?”
Aaaaah akhirnya dia ingat juga. Aku, kamu? Aku pun mulai mengikutinya dengan sebutan aku, kamu layaknya orang yang sudah berkenalan lama.
Iya..aku Mayang…akhirnya kamu sadar juga ya…”
“Iya..aku juga gak nyangka bisa lama banget aku gak sadarkan diri.., oya kita belum kenalan langsung ya…Aku Rexy” Ia mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman denganku.
“Mayang” tanganku menyambut uluran tangannya.
Seperti aliran listrik, tanganku menerima getaran yang tidak biasa.
“Makasih ya…udah ngerawat aku” Sambil tetap memegang tanganku ia tersenyum serta mengucapkan kata itu.
Oh God...his smile! Dan detik itu sepertinya aku sudah benar-benar jatuh cinta padanya.



                                                                            


                                                                                                                          






Ps : 
Kisah selanjutnya bisa dibaca di cerbung dengan judul  cerita His X pada postingan sebelumnya
klik link di bawah ini :
http://www.ubieeva.blogspot.sg/2015/06/his-x-11.html












 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Bantal Kesayangan (24)

Pemeran Utama (8)

Proses Peremukan