Pemeran Utama (8)










Aku pernah mendengar kata-kata dari seorang temanku yang gayanya soknya minta ampun, ya aku akui dia memang anak orang kaya, anak tunggal pula, lengkaplah sudah, dia bilang “Kei..apa sih di dunia yang gak bisa dibeli dengan uang? Jaman sekarang, semua bisa…” . Tapi aku tak sependapat dengannya karena aku yakin kalau masih ada hal-hal di dunia yang tak bisa dibeli dengan uang. Namun ketika aku masih terpaku sendiri di sini ditemani secangkir kopi pahit, yang memang sengaja tak kutambahkan gula, walaupun kuaduk-aduk berapa kali pun rasanya tetap sama, pahit, aku pun mengiyakan perkataannya dulu.

Dengan uangku, aku membeli kesunyian yang ditawarkan kedai kopi ini, nama kedai kopi ini pun identik dengan suasananya yakni Kedai Kopi Sunyi.  Keberadaan kedai kopi ini aku ketahui dari salah satu teman bloggerku yang suka banget mengunjungi kedai-kedai kopi dari seluruh Indonesia. Waktu itu aku lagi nulis status di Facebook kalo aku lagi suntuk banget untuk nulis, bosen banget sama karakter-karakter fiktifku yang itu-itu saja, dan dia meresponku melalui messenger.

“hahaha…yang lagi suntuk….kacian..”
“hush..berisik lu…puyeng bangeeeettt gw…!”
“puyeng napa lo?”
“gw bingung mau nulis apa…padahal udah mau deadline nihh…!! Hiks….”
“ya udah lo nulis pengalaman pribadi lo aja, kan gampang tuh…”
“yeee….ketauan ya lo gak pernah baca tulisan gw, padahal gw sering mention nama elo…gw kan sering nulis berdasarkan pengalaman pribadi gw, makanya gw ga tau lagi mau nulis apaan…”
“ya ampun hahaha..maaafin deh..gw lebih suka denger cerita lo langsung sih…”
“hmm..”
“yah lo marah ya?”
“kagak…”
“udah deh gini aja lo ikutin saran gw, gw baru-baru nyobain minum kopi di Kedai Sunyi…gilee..konsep kedai kopinya sesuai banget sama namanya, suasananya juga….wahh gw jamin lo bakal terinspirasi lagi deh buat nulis…”
“dimana tuh? Boleh juga..”
“deket sama rumah lo koq..kapan-kapan gw tunjukin ye..”
“oohh oke..oke..thanx ya Cha!”
“sip”

                                                                 ~ ~ ~


Keberadaaanku di Kedai Kopi ini bukannya tanpa alasan. Sudah hampir sebulan, hidupku hanya diisi dengan tangisan dan penyesalan. 
Setiap hari sejak dia meninggalkanku tepatnya aku yang mencoba-coba untuk meninggalkannya hingga akhirnya dia pun yang benar-benar pergi, aku teringat ada pernyataan bijak yang mengatakan “kita akan menghargai seseorang ketika dia sudah tidak bersamamu lagi”. Kata-kata itu benar-benar membuatku tersiksa karena kebenarannya.

Axel. Seorang laki-laki yang membuatku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Dia yang membuatku berada di kafe ini untuk beberapa jam lamanya menikmati kesunyian dengan ditemani secangkir kopi pahit, sepahit perasaanku sekarang.

Kami berkenalan ketika aku sedang mengantri di bank, waktu itu ketika aku sudah mengambil nomor antrian di lantai satu lalu beranjak ke lantai dua untuk duduk mengantri sembari menunggu nomor antrianku dipanggil, aku sedikit terkejut kalau nomor antrian yang dipanggil masih nomor belasan sedangkan nomor antrianku nomor 70. Bakalan lama nunggu nih, pikirku. Karena berpikir masih lama itulah, aku pun menyempatkan diri untuk ke toilet, sekembalinya dari toilet, aku heran kenapa orang-orangnya jadi makin dikit ya?
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara laki-laki yang ada disampingku dan ditangannya ada 2 nomor antrian, yang salah satu disodorkan kepadaku.

“nomor ini tadi saya dikasih sama orang, ibu itu gak bisa lama-lama nunggu, nih nomor saya buat anda saja…”
Melihat nomor antrian tersebut, aku pun menyunggingkan senyumku
“Makasi yaa…kebetulan banget saya juga bosan nunggu kalo ngantrinya lama gini….oh ya..saya Keisha” aku mengulurkan tanganku sebagai tanda perkenalan dengannya.
"Axel"

Beberapa bulan sejak pertemuan itu, kami bertemu lagi di kafe, dia sedang mengantri untuk membayar minumannya dan aku sedang memilih-milih menu sambil berdiri. Ketika dia akan kembali ke tempat duduknya, ia melihatku lama, sepertinya ia pernah melihatku di suatu tempat namun takut salah menyapa orang, seakan bisa membaca pikirannya, aku kontan saja bilang.. "Bank…”
“Oiya..iyaa…Keisha bukan sih?” tanyanya.
Yup…”
Sendiri?” tanyanya lagi.
Menurut kamu?” jawabku sok akrab sambil tersenyum.
Oh ya udah gabung sama meja saya aja..udah saya reserved buat 2 orang..
“hah? 2? Jadi aku  gabung nih sama temen kamu?”
enggak…saya sengaja reserved 2 tempat supaya saya bisa leluasa duduk sendiri, males kalo duduk sama orang yang gak dikenal…
oo i see…lah tapi kamu kan gak kenal aku? Gak papa nih?”
“kamu beda…udah..cepetan milih menunya, saya tunggu disana ya…” ia pun menunjuk tempat duduknya.

Kamu beda.

Dua kata itu entah kenapa membuat hatiku berdesir mendengarnya. Kupu-kupu dalam perutku sepertinya berebutan untuk mencari jalan keluar, membuat gejolak dalam hatiku sehingga mendorong pipiku menjadi berwarna merah memanas.
Pertemuan siang itu menjadi awal pertemuan-pertemuan random kami selanjutnya. Banyak sekali kejadian yang terjadi secara kebetulan yang membuat kami selalu bertemu. Hingga pada akhirnya kami saling bertukar nomor hp, pin BB dan saling mengundang menjadi teman di media sosial.
Lama kelamaan kami saling bergantung satu sama lain.
Kami berbagi kabar,cerita masa lalu, cita-cita, harapan, masa depan dan banyak hal yang kami bicarakan.
Semua berjalan baik-baik saja hingga pada suatu saat kami mulai tiba di suatu titik. Kesibukan.
Dia dengan pekerjaannya dan aku dengan pekerjaanku.
Dan ketika aku lengah, seseorang pun datang dengan segala yang membuatku terpesona dengan kehadirannya, seseorang yang mempunyai banyak persamaan denganku dibandingkan dengan Axel.
Dia adalah teman sekolahku dulu. Dia yang menjadi teman kerjaku. 





-bersambung-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Bantal Kesayangan (24)

Proses Peremukan