Trust Me, because I’m GOD (7)


 
Pada postingan kali ini aku mau bercerita tentang pengalaman pribadiku ketika menjalani magang di kantor Notaris, banyak hal yang aku pelajari selama 1 tahun 4 bulan, banyak pengalaman yang ingin aku bagikan namun ada satu pengalaman yang selalu membayangiku dan membuatku berniat membagikan cerita ini pada kalian. 


Beberapa bulan lalu, ada klien yang datang untuk mengambil sertifikat tanah di kantor, namun karena temanku yang memegang kunci lemari dimana sertifikat itu disimpan sedang tidak berada di kantor, aku pun berinisiatif untuk mengambil sertifikat tersebut serta memberi sertifikat tersebut kepada klien. Ketika aku selesai menuliskan tanda terima pada buku lalu beliau menuliskan namanya serta menandatanganinya, aku teringat kalau aku belum menanyakan pada beliau apakah ia sudah melunasi biaya balik nama sebagai salah satu syarat pengambilan sertifikat, padahal seharusnya aku harus menanyakan terlebih dahulu sebelum mengambil sertifikat di lemari,  tetapi beliau berjanji akan kembali lagi ke kantor melunasi pembayaran sertifikat dan mengambil salinan akta jual beli tanah yang belum ditandatangani Notaris. Pada saat beliau mengatakan itu, aku pun langsung percaya beliau akan kembali ke kantor untuk melunasi hutangnya,lalu aku memberi nomor hapeku supaya beliau bisa menanyakan apakah salinan aktanya sudah bisa diambil atau tidak. Setelah memastikan beliau menyimpan nomor hapeku, beliau pun pamit pulang dan aku berniat melanjutkan pekerjaanku. Tapi tiba-tiba aku seperti “terbangun” dari lamunanku, dalam hatiku ada bisikan “kamu yakin bapak itu mau kembali lagi lunasin hutangnya? Kalau bapak itu gak kembali lagi, kamu berani gak tanggung jawab?, kan sertifikat udah ditangan, kalo dia malas ambil salinan aktanya gimana?” lagian gak penting dia simpan nomormu,malah seharusnya kamu yang simpan nomornya,gimana sih?” . Mendengar suara-suara itu dalam pikiranku, aku pun langsung bergegas ke luar untuk menarik kembali sertifikat, si bapak yang hendak pulang pun heran melihatku.

Aku : (dengan tampang memohon) “bapa..bisa kasi kembali sertifikat ko? Nanti kalo bapa su kasi lunas baru ambil sa sekalian ambil salinan”. (pak, sertifikatnya bisa dikembalikankah? Kalau bapak sudah melunasi pembayaran sertifikat, bapak bisa ambil sertifikatnya sekalian ambil salinan akta)
Bapak : “Nona ee, percaya beta, beta son akan lari, ko b masi basodara deng…bla..blaaa…(menyebutkan hubungan keluarga yang membuat aku jadi bingung sendiri), beta pasti akan ambil salinan akta karena itu penting sekali”. (nona, percaya saya saja, saya tidak akan melarikan diri, karena saya masih bersaudara………bla,…blaaa…., saya akan kembali mengambil salinan aktanya karena penting sekali bagi saya)
Aku : (dalam hati) wah tersinggung ni kayaknya, pasrah deh) “na sudah, begini sa bapa, beta minta bapa pung no hp ko supaya b bisa kontak bapa kalo salinan su bisa diambil, karmana?” (kalau begitu, bagaimana kalau saya minta nomor hp bapak supaya kalau salinan udah ada,bapak bisa ambil?)
Bapak : iya nona, son apa-apa, ini bapa pung nomor (iya nona, tidak apa-apa, ini nomor bapak)

Setelah menyimpan nomor telpon, aku pun kembali ke dalam ruangan kantor dengan hati was-was sambil meyakinkan diriku sendiri kalau si klien akan kembali lagi karena beliau sangat membutuhkan salinan akta jual beli. “tenang va ..tenang..”. Kejadian tersebut sengaja tak kuberitahukan kepada teman-temanku di kantor, nanti bukannya malah meyakinkanku malah mereka menakutiku mendingan gak usah aja deh. Bahkan ketika temanku yang memegang kunci kantor kembali ke kantor, aku pun tak memberitahukannya. Dalam pikiranku aku sudah banyak rencana, baik rencana baik maupun rencana jahat kalau misalnya si bapak gak kembali lunasin hutangnya.
Rencana 1 : Aku mengaku pada temanku, dan aku menggantinya dengan uangku.
Rencana 2 : Aku berbohong kalau si bapak sudah melunasi pembayaran dan kalo dia tidak percaya, aku bisa berkilah kalau dia lupa mencatat.
Tentu saja kedua rencana tersebut membuatku gelisah juga, aku tidak mau melakukan kedua rencana itu. Aku terus berharap kalau si bapak akan kembali melunasi hutangnya. Aku terus berdoa, sampai dirumah pun aku berdoa dalam hati, ketika hendak makan dan hendak tidur aku selipkan doa tersebut dalam hati. “Ya Tuhan, tolong aku Tuhan, supaya si bapak akan kembali lagi hari Senin”. Keesokan harinya, pada saat teduh seusai kebaktian di gereja, aku pun memanjatkan doa dan harapan, doaku kali ini memang agak lama, padahal biasanya aku cuma berdoa minta terima kasih ibadah telah usai dan berkati di minggu kerja yang baru. Aku terus berdoa supaya si Bapak kembali ke kantor esok untuk melunasi hutangnya dan mengambil salinan aktanya. 


Hari Senin tiba, sekitar jam 10.00 Wita, aku pun menelpon si bapak melalui telpon kantor terdengar nada panggil namun tak diangkat, hatiku pun deg-degan. Aku mencoba lagi melalui hapeku tapi tetap tak diangkat, dalam hati “haduuhh gimana ini….” Namun suatu suara berbisik “tenang aja, mungkin si Bapak lagi di jalan”. Setelah mendengar suara itu, hatiku tenang kembali dan melanjutkan pekerjaanku. Beberapa menit kemudian, hapeku berbunyi, ketika melihat nama pemanggil aku pun semangat mengangkatnya. Ternyata si bapak tadi sedang ada dalam perjalanan, dan ia berjanji akan datang sekitar jam 12.00 siang untuk mengantar anaknya sekolah masuk siang. Singkat cerita si klien datang, melunasi hutangnya dan mengambil salinan aktanya. Aku pun bisa bernafas lega. Sungguh baik Kau Tuhan. Kejadian itu aku ceritakan pada temanku beberapa hari kemudian, dan ternyata ia mengingat klien itu memang belum melunasi hutangnya. Untung saja rencana kedua tidak berhasil, begitu juga rencana pertama.


Dari cerita tersebut, aku mulai merenungkan hubunganku dengan Tuhan selama ini, dengan orang lain yang belum aku kenal saja aku begitu percaya padanya lantas bagaimana dengan hubunganku dengan Tuhan?
Seringkali kita bahwa hidup kita ada di tanganNYA,kita begitu terbiasa hidup berjalan dengan mudah sepertinya itu memang sudah seharusnya, namun kita tersadar kita bisa hidup sampai saat ini, itu berasal dari kasih karuniaNya yang diberikan cuma-cuma. Hingga pada suatu saat, kita dihadapkan pada suatu masalah dan membuat kita tersadar bagaimana hubungan kita dengan Allah. Contohnya ceritaku tadi dengan si klien tersebut, saking takutnya si klien gak kembali ke kantor, aku berdoa tak henti-hentinya supaya si klien tergerak hatinya membayar hutangnya, aku begitu khawatir dan lagi-lagi aku mengusirnya dengan percaya bagi Tuhan tak ada yang mustahil.
Mungkin bagi beberapa orang cerita ini terdengar sederhana namun ada beberapa pengalaman yang aku dapatkan Ia mengingatkanku bahwa satu, dalam menghadapi kesulitan apapun aku harus berserah total padaNya, total berarti tidak setengah-setengah dan kedua, lebih intens lagi membangun hubungan dengan denganNya, tidak hanya ketika aku sedang susah saja aku rajin berdoa tetapi setiap saat karena nafas orang percaya adalah doa, ketiga,selalu meminta hikmat dari Tuhan untuk setiap apa yang aku lakukan pada hari itu, agar aku lebih hati-hati dalam setiap apa yang aku lakukan.
Semoga cerita ini bisa menjadi perenungan bagi kita semua untuk selalu menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Tuhan..TOTAL.
Selamat hari minggu untuk semua…selamat memasuki minggu kerja yang baru…

Tuhan berkati ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Bantal Kesayangan (24)

Pemeran Utama (8)

Proses Peremukan