Leburan Kenangan (2)



               Andai ku bisa ingin aku memelukmu lagi
               Di hati ini hanya engkau mantan terindah
              Yang selalu kurindukan
  (Mantan Terindah, Raisa)


Film masa lalu yang kuputar pun sontak menghilang ketika ku mendengar suara itu, suara yang tak pernah kulupakan, sehingga aku tak perlu memandang seseorang yang memanggil namaku dengan nama depanku. Lisa adalah nama tengahku dari Elisabeth tetapi teman-temanku sering memanggilku Petris karena memang nama lengkapku Elisabeth Patrice. Hanya orang-orang yang dekat denganku saja seperti orang tua, kakak-kakakku termasuk dia yang memanggil namaku dengan nama Lisa.


Aku pun menghirup nafasku dalam-dalam, mengatur detak jantungku yang tiba-tiba berdetak cepat  dan memastikan bahwa kedua mataku takkan menunjukkan tatapan rasa rindu yang begitu dalam. 


Aku pun menoleh kebelakang, melihat dia kembali, lukisan lama yang sudah kusimpan direlung hatiku yang terdalam.

Lukisan yang seharusnya sudah kubuang jauh ketika aku memutuskan untuk berpisah dengannya. Gejolak rindu dalam hatiku mulai menyeruak menggangguku.


Aku melihat dia berdiri, memandangku dengan tatapan yang sama. Tatapan yang hingga saat ini selalu membuatku lemah melihat kedalaman matanya. Wajahnya masih sama seperti dulu, rahangnya yang tegas, kedua alis mata yang rapi dan tampaknya seperti menyatu, matanya yang kecil tetapi mempunyai pesona ketika dia menatap ada sedikit kerutan halus di ujung matanya.Rambutnya yang dulu agak gondrong dan sedikit berikal sekarang berganti dengan rambut cepak. Badannya yang dulu kurus sekarang sudah berganti dengan badan yang atletis. Dari cara dia berpakaian pun sudah berbeda. Dia bukan seorang pemuda yang dulu gemar memakai kaos dan jins belel tetapi ia adalah seorang pria dewasa yang mampu menaklukan hati para wanita. Aku takut bahwa aku pun bisa menjadi salah satu wanita tersebut.


“Eh kamu Sel, apa kabar..? “ Aku pun mencoba mengatur nada suaraku sehingga tak terlalu kentara bahwa aku masih rada deg-degan bertemu dengan dia kembali dan mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan dengannya.


“Baik koq Lis, kapan datang?” ia pun mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku. Jabatan tangannya erat dan hangat dan membuat aliran darahku sepertinya menjadi mengalir cepat.


“Kamu nanya aku kapan datang kesini apa sejak kapan aku berdiri disini? Tanyaku menegaskan pertanyaannya.


“dua-duanya” jawabnya tegas sambil terus menatap kedua mataku.


“hmm..aku disini sudah dari kemarin dan aku berada di pantai ini baru 10 menit lalu”  


Sunggingan senyum itu pun hadir di lengkungan bibirnya yang tipis itu. Bukan senyuman yang aku harapkan tetapi senyuman yang meragukan jawaban yang sudah kuberikan barusan.


-bersambung-




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Bantal Kesayangan (24)

Pemeran Utama (8)

Proses Peremukan