Bitter Story (2)
“Gimana
rasanya?” tanyanya menunggu jawabanku ketika aku meneguk kopi
hitam yang ia sediakan untukku. Melihat wajahnya yang menyiratkan harapan aku
tak tega untuk menyampaikan bahwa kopi yang ia buatkan belum sesuai
keinginanku.
“Enak
koq..pas bangetlah..makasih yah sayang…” Ia pun tersenyum bahagia.
“Iyaa..Aku
siap-siap dulu yaa nanti kita terlambat..” Bergegas ia memasuki
kamarnya meninggalkanku untuk menyiapkan diri datang ke pesta pernikahan Keiro
sahabatku.
Ketika ia memasuki kamar,
aku pelan-pelan berjalan kearah dapur untuk membuang kopi yang ia buatkan dan
segera mencuci cangkirnya.
“Sayang…kamu
dimana? Aku dah siap nih…” Mendengar suaranya aku pun
menghampirinya.
“Loh
kamu dah selesai minum kopinya? Cepet banget?”
“Iya..kan
kita mau pergi..kalo minum kelamaan nanti aku jadi malas pergi..yah udah kita
pergi sekarang aja..ntar macet…” aku pun menggandeng
tangannya sebelum ia mencurigaiku.
Sesampainya di tempat pesta
ketika kami sudah selesai menyalami keluarga mempelai mataku mencari-cari meja
yang kosong namun sayangnya semua sudah terisi. Tiba-tiba aku melihat wanitaku
ah bukan..bukan dia bukan wanitaku lagi. Dulunya dia adalah wanitaku.
Ia duduk dengan beberapa
temanku, kebetulan pula di meja tersebut masih ada beberapa kursi yang kosong,
letaknya juga strategis. Tanpa pikiran apa pun aku menuju ke meja tersebut.
Kaget pasti..ia melihatku tetapi itu tidak berlangsung lama karena kami sempat
berjabat tangan dan menanyakan kabar masing-masing.
“Kamu
apa kabar” tanyaku.
“Baik,kamu?”
tanyanya
“Sama
aku juga baik..hmm kami boleh duduk disini?” Entahlah apa yang
ada di pikiranku saat ini padahal Mitha mengirimkan sinyal penolakan dengan
raut mukanya, tapi aku mengacuhkannya.
“Boleh…”
jawabnya dengan singkat.
Ketika aku duduk disebelahnya,
wangi parfumnya membuatku tak bisa berkonsentrasi dengan Mitha..
Wangi itu sudah sangat
melekat di indra penciumanku sedari aku mulai mengenalnya dulu.
Aku melihat dia semakin
cantik dengan balutan dress merah maroon yang sesuai dengan tubuhnya. Rambut lurusnya
yang sengaja ia buat ikal serta make upnya membuat ia terihat sempurna,
kacamata tebal yang tak pernah ia tinggalkan berganti dengan contact lens.
Berbeda dengan dia yang dulu. Banyak perubahan yang aku lihat darinya tentu
saja perubahan yang lebih baik. Sebagai lelaki ada sedikit rasa penyesalan
mengapa ia terlihat semakin cantik ketika ia sudah tak bersama denganku. Apakah
yang ia lakukan saat ini adalah bentuk balas dendam darinya karena aku sudah
mengkhianatinya? Apakah ia tahu bahwa
aku akan hadir di pesta ini dan ia sengaja berdandan cantik supaya aku
menyesalinya?
Entahlah..aku tidak tahu apa
yang ada di pikirannya sekarang dan jika dia berpikir begitu maka tujuannya
telah tercapai. Aku menyesal telah meninggalkannya. Aku jadi mengingat kopi
yang aku teguk tadi sungguh jauh rasanya dengan kopi yang disediakan olehnya
ketika kami masih bersama dulu. Kopi yang membuat aku betah berlama-lama
bertamu ke rumahnya , sengaja aku minum perlahan supaya obrolan kami bertambah
panjang.
“Fris…maju
yuk…” Aku mendengar Mahesa mengajaknya berdansa. Dan ia pun
menyambut uluran tangan Mahesa dengan senyuman manisnya.
Hah? Sejak kapan dia mulai
berani tampil depan umum? Berdansa pula? Apa aku yang selama ini tak pernah
mengajaknya?
“Kamu
gak mau ajakin aku juga ke depan?” Mitha mulai menyulut
emosiku dengan pertanyaannya.
“Kita
pulang sekarang..”ajakku menarik tangannya.
“Tapi
kan kita belum mak….”
Aku tak mendengar
gerutuannya karena aku benar-benar ingin meninggalkan tempat ini sesegera
mungkin.
Aku tak mau melihat ekspresi
bahagianya, aku tak mau melihat tatapan yang ia beri ke Mahesa , tatapan yang
dulu menjadi milikku, aku tak mau mencium aroma parfumnya yang sempat membuatku
betah berlama-lama memeluknya dulu.
“Enak
gak?” Tanyanya dulu ketika membuatkan kopi untukknya.
Dan aku memberi jawaban
dengan kecupan di bibir kecilnya. Enak
sayang…bisikku.
###
Aku melihat lagi ampas
kopiku. Hanya itu yang tersisa saat ini.Yah hanya itu.
Komentar
Posting Komentar