Two Of Us (Last)
Orang akan menghargai apa
yang dimilikinya ketika mereka sudah kehilangan yang berharga bagi mereka, klise memang namun kuakui pernyataan
itu benar adanya.
Sudah
sebulan aku tak bertemu dengannya, rasa rindu mulai menyiksaku, kenangan demi
kenangan selama 5 tahun membuatku ingin bertemu dengannya. Aku ingat ketika
kami sarapan bersama untuk pertama kalinya, waktu itu tepat seminggu kami
jadian, dimana hanya kami berdua pengunjung pertama di minimarket tersebut, aku
membuat sendiri segelas cappuccino hangat untukku dan ia membelikan roti isi
coklat untuk mengisi perutku yang kelaparan. Dari momen sarapan itulah aku baru
tahu kalau ia tidak terbiasa sarapan pagi, jadi yah dia hanya menemaniku makan
roti dengan lahapnya, membersihkan bibirku yang belepotan cokelat.
“Kamu tuh ya kalo makan kebiasaan deh
belepotan gini, gak malu apa udah gede gini…? Makannya sama aku lagi..biasa tu
ya cewek……bla..bla….” Sambil ngomel ia tetap membersihkan bibirku dengan
tangannya.
“ngapain harus malu? Kan aku makannya bareng
kamu..bukan sama orang lain, kalo sama orang lain mah gak mungkin kamu lihat
cara makanku kayak gini…”
“oohh maksudnya kalo sama
orang lain kamu sopan gitu sedangkan sama aku kamu seenaknya…ckck….” Ia pun mencubit pipiku.
“hahahha…sakit…gak gitu sayang..maksudku aku
tuh udah nyaman sama kamu jadi gak ada yang perlu ditutupi lagi..”
Teringat
kembali ketika aku pernah jatuh sakit, waktu itu dia sedang tugas di luar kota
tetapi karena ia tahu aku sedang sakit, ia pun memutuskan untuk pulang duluan
tanpa aku memberitahuku. Malam itu, aku terbangun karena ia membuatkan makanan untukku,
untung saja masih ada bahan makanan di
kulkas.
“kamu koq gak bilang kalo
pulang cepet?” tanyaku ketika dia menyuapiku.
“ssshh…..kamu makan aja
ya sayang…mumpung buburnya masih hangat…”
Setelah
makananku habis, ia pun membalurkan minyak kayu putih ke perut lalu ia
menyelimutiku sambil membelai rambutku hingga aku tertidur.
Aku
tahu dan aku sadari banyak hal-hal sederhana yang ia tunjukkan serta lakukan
yang membuatku terharu dengan caranya mencintaiku.
Pertama
kali aku melihatnya terjadi pada 6 tahun lalu ketika kami masih bertetangga,
kebetulan rumah kontrakanku berhadapan dengan rumahnya. Aku sering melihatnya
pulang dari kantor dari jendela kamarku di lantai 2 ketika aku masih menyusun
skripsiku. Berawal dari keisengan ngeliatin jendela dan selalu saja waktunya
pas ketika ia pulang kantor, lama kelamaan aku semakin hapal jam ketika ia
pulang, tetapi kalau ia sedang lembur yang membuat ia pulang agak larut kadang
membuatku was-was juga, padahal kalau
dipikir-pikir emangnya aku siapanya dia? Namanya aja aku tidak tahu. Setahun
berlalu dan sepertinya semesta mendukungku untuk mengetahui dia lebih
dekat.Kala itu ia datang ke kontrakanku untuk mengantarkan makanan nasi kotak
dari ibunya untuk kami, anak-anak kontrakan Jelita, kebetulan aku sedang
sendirian berada di dapur di lantai 1, yang berdekatan dengan garasi. Ia sudah
mengetuk pintu depan beberapa kali namun tak ada yang menjawab, lalu karena
pintu dapur terbuka ia menyapaku “hai…saya bisa titip ini..” katanya.
Aku
yang sedang belajar menggunakan pemantik untuk menyalakan kompor hanya menjawab
singkat “iya taruh di situ aja…” lalu
pandanganku beralih kembali ke kompor.
“kalo boleh tahu kamu
lagi ngapain?”
“ini ni nyalain kompor
susah banget..biasa dirumah gw pake kompor gas sampe sini pake kompor kek gini
…hedeh…” aku pun langsung mengeluh seolah-olah kami sudah saling mengenal lama.
“oh..mana saya bantuin
..”
“eh ..gak u…” Namun dia sudah mengambil pemantik dari
tanganku lalu membantuku menyalakan kompor.
“Makasih ya…”
“Iya sama-sama..oiya saya Jemmy…kamu?”
“Julie..”
“mau masak apa nih? Tanyanya.
“mie kuah nih maklum anak kost”
“eh tapi gak baik loh makan mie
kebanyakan…bla………..bla……………
Banyak
hal yang kami bicarakan kala itu padahal pertama kalinya kami bertemu, lalu
berlanjutlah ke pertemuan-pertemuan berikutnya hingga kami menjadi pasangan selama
5 tahun.
Karena
dia aku bersemangat untuk belajar memasak hingga akhirnya aku memulai bisnis di
bidang kuliner.
Dia
yang menyemangatiku untuk mengembangkan talentaku.
Dia
yang selalu menjadi “korban” untuk mencicipi masakanku.
Dan
dia sekarang yang saat ini kurindukan.
###
“Jadi ini sudah keputusan
akhirkah?” Tanya Errys ketika kami bertemu kembali di
Jembatan Mangrove, tempat dimana terakhir kali kami menghabiskan waktu bersama.
“Iya..maaf…aku gak bisa lanjutin hubungan
kita lagi,ternyata benar yang orang-orang bilang kalo orang akan menghargai apa
yang dimilikinya ketika mereka sudah kehilangan yang berharga bagi mereka dan
itu yang terjadi padaku Rys. Aku benar-benar kehilangan dia…”
Errys
terdiam sejenak, pandangannya lurus ke depan. Kami pun akhirnya sama-sama
terdiam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Baiklah..cuma aku boleh tanya sesuatu ke
kamu?”Errys pun menatapku dengan serius.
“Iya ..boleh…kamu mau tanya apa?”
Ia
pun terdiam lagi, mengambil rokok, menyalakannya namun kali ini aku tidak
melarangnya. Aku tahu keputusanku membuat ia terpaksa menerimanya, tapi mau
bagaimana lagi dari awal kami menjalin hubungan kami tahu dan sadar kalau kami
membangun hubungan yang salah.
Mungkin
kalau aku bertemu Errys lebih awal mungkin kejadiannya takkan seperti ini.
Namun ya sudahlah biarkanlah hubunganku dengan Jemmy yang kandas, aku tak mau
Errys mengalami hal yang sama sepertiku.
Setelah
menghembuskan asap rokoknya, ia pun memandangku dengan tatapannya yang
membuatku merasa sedih dan bersalah padanya.
“Kalo boleh tau, apa kamu menyesal dengan
hubungan kita? Maaf aku nanya pertanyaan ini tapi aku pengen tahu jawabanmu..”
Jujur
pertanyaan ini membuatku bingung untuk menjawabnya, tak dapat kupungkiri bahwa
aku pernah merasa bahagia bersamanya, ketika aku sedang kesepian karna Jemmy
sering bertugas di luar kota, Errys selalu dapat membagi waktunya denganku,
saat ia seharusnya bersama Ningrum namun ia selalu dapat mencari alasan untuk
bisa bersamaku. Yang aku sesalkan ialah hubungan kami menyakiti hati Jemmy,
pria yang begitu baik dan setia namun aku malah menyia-nyiakannya. Entah
bagaimana aku harus menjawabnya, aku bingung.
“Kenapa harus ada pertanyaan ini sih? Gak ada
pertanyaan lain apa?” Aku sengaja mengulur waktu untuk menjawabnya.
“Emang kamu mau
pertanyaan kayak gimana Lie? Kamu pernah ngerasa bahagia sama aku? Gitu? Lagian
apa susahnya sih jawab pertanyaan aku tadi?
Tatapan
Errys ketika ia mengatakannya membuatku tak berkutik. Aku terdiam memikirkan
jawaban yang tepat, jawaban yang setidaknya ia merasa puas walau memang pada
kenyataan jawabanku ini menyakitinya.
“Hmm..kamu siap dengar
jawaban aku?”
Lagi-lagi aku sengaja memperpanjang waktu untuk menjawab pertanyaannya.
“Siap aja koq…cuma kayaknya kamu yang belum
siap dengan jawabanmu..tenang aja Lie aku bakal terima jawaban darimu asal kamu
jawab dengan jujur pertanyaan aku tadi, atau aku perlu kasih kamu waktu untuk
nyiapin jawabanmu?” Tanyanya dengan
nada yang sinis.
“Gak perlu koq Rys, hmm
gini aku harap kamu dengar baik-baik ya Rys..selama kita menjalin hubungan,aku
gak pernah menyesal untuk mengenalmu, aku pernah bahagia saat kita bersama, terima
kasih kamu mau hadir dan mengisi hari-hariku kemarin, namun yang mau aku kasih
tahu sekarang,Ningrum wanita yang baik Rys, aku gak mau kamu sia-siain dia,jangan
kayak aku dengan Jemmy Rys, lebih baik kita akhiri sekarang,aku benar-benar minta
maaf kalo aku gak bisa menepati janji
kita dulu…”
Lega
rasanya aku bisa menjawabnya, entah apa yang dipikirannya sekarang, aku harap
dia mau mengerti.
“Kalo itu jawabanmu, aku
terima Lie, makasih udah ngingetin aku, makasih juga kalo kamu tadi bilang kalo
kamu pernah bahagia denganku, jawabanmu udah lebih dari cukup Lie, asal kamu tahu aku juga gak menyesal
dengan hubungan kita, makasih juga kamu pernah hadir dalam hidupku Lie..”
“Iya…”Jawabku sambil tetap melihat pemandangan
laut di depanku”
Lagi-lagi
kami terdiam.
“Oke baiklah…udah malam
nih..pulang yuk..” Ia pun memecah keheningan diantara kami.
“Aku anterin pulang
deh..kita tetap temenan baik kan?” tawarnya.
“Iya Rys tapi aku gak
bisa…aku harap kamu ngerti..”
“hmmm..kalo itu mau kamu,
aku gak bisa maksa ..tapi aku boleh minta satu permintaan terakhir ke kamu Lie?…”
“permintaan terakhir?
Apaan sih Rys..jangan nakutin aku deh…”
“Aku boleh meluk kamu?” Aku sedikit terkejut dengan
permintaannya namun tak apalah, aku pun menganggukkan kepalaku.
Kami
berpelukan setelah itu ia mencium keningku dan mengucak sedikit rambutku.
“Kamu baik-baik ya Lie..” Ia pun tersenyum dan kami pun
berpisah jalan.
###
2 tahun berlalu…
Banyak
hal yang terjadi dalam 2 tahun ini, Errys yang akhirnya menikah dengan Ningrum
dan aku yang mengurus acara mereka khususnya kue pengantin dan juga makanan
yang dihidangkan ke para tamu undangan, sempat aku merasa keberatan namun
Ningrum yang memintanya langsung jadi aku tak bisa menolaknya.
Bisnis
kulinerku pun semakin berkembang hingga membuatku harus mengundurkan diri dari
pekerjaanku untuk dapat lebih serius mengerjakan bisnisku sendiri.
Tapi
tetap saja ada yang kurang dalam diriku.
Aku
masih belum merasa lengkap.
Sampai
pada suatu pagi, aku bertemu dengannya lagi, di depan minimarket di tempat
pertama kali kami sarapan dulu. Aku
melihatnya duduk sendirian sambil menikmati secangkir kopi dan roti sandwich.
Eh
tapi sejak kapan dia sarapan?
“Jem?” Aku pun menyapanya dan ia menoleh
padaku..
Ia
tersenyum ramah tapi ada yang berbeda dengannya, lalu ia mengatakan hal yang
membuatku tak percaya.
“hmm…iya…maaf anda siapa
ya? ”
“hah? Kamu..kamu..lupa
sama aku Jem? Aku Julie” Belum selesai aku dibuat terkejut dengan
pertanyaannya muncul lagi seorang cewek dari dalam minimarket yang
menghampirinya.
“Sayang……! Tolong pegangin minumanku
dong..panas nih..”
“Eh bentar ya ntar kita lanjut lagi
ngobrolnya…” Ia pun bergegas
membantu cewek tadi.
Pertahanan
air mataku sudah tak bisa dibendung lagi, aku melangkah mundur, membalikkan badanku untuk pergi kemana saja
kakiku melangkah. Aku ingin segera menghilang dari tempat ini.
2
tahun? Dia sudah lupa denganku? Bahkan
sudah ada orang lain mengisi hatinya?? Sedangkan aku? Apa yang kulakukan selama
2 tahun? Aku sudah beberapa kali menolak para pria yang ingin dekat denganku,
karena aku masih sangat berharap aku dan Jemmy bisa kembali lagi seperti
dahulu, tapi apa yang terjadi sekarang???!
Aku
berjalan pelan sambil menyeka air mataku, aku tak peduli orang-orang yang
melihatku dengan tatapan kasihan, aneh bahkan tak peduli, ah sudahlah…
Dan
dikala aku sedang berjalan, aku tak sengaja menabrak orang.
“Maaf..maaf…”
aku berjalan menunduk serta berjalan agak cepat untuk menghindarinya, namun ia
malah menahan langkahku dengan memanggil namaku.
“Julie?” Suaranya sudah tak asing di telingaku. Aku pun
melihatnya.
“Jemmy?” Aku masih tak percaya itu dia karena
tadi seolah tak mengenalku.
“Iya…aku Jemmy, kenapa Lie?”
“Sebentar-sebentar” Aku melihatnya dari ujung
kaki sampai kujung kepala…” Memang ada yang berbeda kalo Jemmy yang aku lihat
tadi memakai kaos oblong merah, celana jeans biru tua namun Jemmy yang ada di
hadapanku sekarang dia memakai kaos oblong putih dibalut jaket jeans..”
“Kamu ngerjain aku ya??!?” tanyaku
menyelidik.
“Maksud kamu?” tanyanya bingung.
“Gak usah pura-pura deh
tadi aku lihat kamu di minimarket lagi minum kopi dan sarapan sandwich, aku
juga udah lihat koq pacar barumu..hmm cantik juga..”
Berat
rasanya mengagumi kecantikan wanita lain apalagi wanita itu adalah pasangan
mantan pacarmu tapi ya sudahlah aku memang mengakuinya cewek tadi parasnya
memang cantik.
“Sejak kapan aku sarapan?
Bukannya kamu udah tahu aku memang gak biasa sarapan?” Dia
balik menanyakanku.
“Yah aku gak tau tapi
orang kan bisa berubah..siapa tahu aja kamu berubah? kayak tadi lihat aku aja
sok-sokan gak kenal malah tanya aku siapa? Hmm bisa juga dalam 2 tahun, namaku
dilupakan..gak papa deh Jem…maaf kalo aku dulu terlalu menyakitimu sampai kamu
bisa berbuat gini ke aku…”
Tangisku hampir mau pecah namun aku harus
bertahan, aku gak boleh lemah dihadapannya.
“Sumpah ya Lie..aku gak tahu sebenarnya kamu
ngomong apa, memang selama 2 tahun ini aku juga banyak berubah tapi ada satu
hal yang belum berubah”
Aku
sudah tak memikirkan kalimat terakhirnya, karena aku ingin segera secepatnya
pergi dari tempat ini.
“Udah ya Jem..lebih baik
aku pergi sekarang” Tak sampai 10 langkah, ia membalikkan
badanku dan memelukku erat. Aku sedikit meronta namun rasa rinduku membuatku
lemah hingga kubalas juga pelukannya.
“Kamu tuh kebiasaan ya, ada masalah gak diselesaikan,
tahu gak aku tuh kangen sama kamu…”
Disela
isak tangisku aku juga berkata “aku juga
kangen tapi kamu jahat bisa lupa sama aku..”
“hahaha bentar…” Ia melepas dekapannya, menyeka air mataku.
“Aku curiga tadi yang kamu lihat Jimmy”
“hah? Jimmy…jadi tadi…” Aku mulai kebingungan Jemmy? Jimmy?
“Jimmy itu kembaranku
Lie…pernah aku ceritain ke kamu kan? Dia yang kuliah di Aussie, saking betahnya
disana dia udah males balik Indonesia lagi. Jimmy sekarang emang lagi liburan
di Indonesia dan yang tadi cewek itu emang ceweknya, orang Indonesia juga tapi
mereka ketemunya disana”
“Oh…” Seketika itu aku merasa sangat lega.
“Kenapa? Tadi pasti kamu
cemburu ya? Hahaha…”
“Enggak..biasa aja “ Jawabku gengsi.
“biasa…ngeles
lagi…”
Ia menggodaku lagi.
“Terus tadi maksud kamu
ada satu hal yang belum berubah tuh apa dong?”
Tanyaku
penasaran sengaja mengalihkan pembicaraan.
“Ada deh…hahaha”
“Ya udah yuk aku temenin
kamu sarapan sekalian aku kenalin ke sodaraku tadi..”
“Males ah..kamu jawab
pertanyaanku dulu..”
“Hmm tetap ya masih keras
kepala juga…kita kesitu aja gak enak ngobrol disini..”
Sesampai
di mobilnya, kami pun bercerita panjang lebar tentang kabar kami selama 2 tahun
ini namun tetap saja aku menunggu jawabannya.
“Jem, kayaknya pertanyaan tadi belum kamu
jawab deh…hal apa yang belum berubah dari kamu selama 2 tahun ini?”
Ia
pun kembali tersenyum dan bertanya balik...
“penting ya pertanyaan itu aku
jawab?”
“Ya pentinglah Jem, aku
kan gak tahu perasaanmu sekarang, aku takut kalo harapanku terlalu tinggi…..” Belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku,
ia sudah mencium bibirku dan memang aku menikmatinya. Aku terlalu rindu
padanya. Setelah ia menciumku, ia masih bertanya kembali “jadi
aku gak perlu jawab lagi kan?” tanyanya menggodaku, aku hanya tersenyum lalu melanjutkan ciuman
kami kembali.
Komentar
Posting Komentar