Two of Us



If a friendship  lasts longer than 7 years, psychologist say it will last a lifetime. Aku benar-benar menyetujui quote ini karena memang terbukti benar, tahun ini The Adams memasuki tahun ke 14 dalam persahabatan kami. Aku, Hendry, Jack, Susanto, Chris, Millo, Mario, Derry, dipertemukan ketika kami masih duduk di kelas 1 SMA dan walaupun saat ini kami sibuk serta terpisah jarak namun tiap tahun kami selalu menyempatkan waktu untuk bertemu. Seperti biasa aku selalu didaulat untuk memilih tempat, tanggal, dan waktu. Kalau kami beruntung kami akan berkumpul versi lengkap namun tak jarang hanya 4/5 orang yang bisa join, namun tak apalah yang penting kumpul. Dan pada hari ini, setelah tahun lalu kami batal berkumpul karena kesibukan kami, tahun ini kami bisa berkumpul, lengkap pula bahkan yang sudah berkeluarga pun membawa keluarga mereka, namun karena istri-istri mereka sudah tahu kegiatan tahunan kami, maka mereka pun memaklumi untuk hanya ikut kumpul sebentar dan tak lama mereka mencari kesibukan lain dengan jalan-jalan sendiri bersama istri serta anak-anak The Adams yang lain.
Pembicaraan awal seperti biasa menanyakan kami ngobrol tentang pekerjaan kami dan tak lama kemudian, pertanyaan menjurus mengenai perempuan, dan lagi-lagi aku mendapat pertanyaan yang sama.

“Kapan ni kita-kita dapat undangan dari lo Er?  Tanya Mario  dengan santainya karena dia memang sudah berkeluarga.

“Lo gak ada pertanyaan lain kek Yo..tiap tahun pertanyaan lo sama mulu..coba lo nanya ke yang lain juga tuh masih ada Hendry, Jack, Susanto, Millo, Derry, mereka juga nasibnya sama kek gw..”

“hahahaa…kalo Hendry, Jack sama Millo mah udah pasti mereka ada gandengannya tinggal resmiin aja..nah kalo lo dari SMA penyakit lo ngegebet cewek muluuu kagak jadi-jadi..ya gak..?”  menurut kalian gimana?” Sambil melontarkan pertanyaan itu dia pun mencari pendukung untuk menyerangku.

“Sialan lo Yo..mentang-mentang lo udah nikah, gw jadi sasaran...”
hahahaha santai bro..nikah itu enak kali bro, ya gak Chris?” Selain Mario, Chris pun sudah berkeluarga.

Iya tuh Er…apa musti gw cariin? Emang kriteria lo kek apa sih? Siapa tahu gw bisa bantu cariin..”

“Errys mah kriterianya pertama musti cantik…ya gak bro? Millo pun menimpali.

Sok tahu lo bro..tapi emang sih kalo dapat yang cantik gw gak nolak …hahaaha..”

Hmm ..Ngomong-ngomong tentang cantiknya perempuan ni bro, gw kasih tahu ya....perempuan itu akan kelihatan lebih cantik kalau dia melakukan sesuatu dengan minatnya, bukan soal wajah tapi ekspresinya”  Chris seperti biasa mulai dengan kata-kata bijaknya

“Bahasa lo bro…”
 
Yah emang bener bro..gw tuh ya kalo liat istri gw lagi sibuk berkebun dengan kaos lusuh andalannya di pagi hari, gw berasa jatuh cinta lagi ma dia, ekspresi wajahnya waktu lagi gemburin tanah, nanam bunga-bunga kesukaannya sampe keringatan gitu..she ‘s looks sexy…dan tiap kali selesai “jam berkebunnya” dia selalu tampak semangat mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, kayak ada energi baru yang bikin dia selalu semangat ngerjain hobinya.

###


“Perempuan itu akan kelihatan lebih cantik kalau dia melakukan sesuatu dengan minatnya, bukan soal wajah tapi ekspresinya”


Pernyataan itu melekat terus dalam ingatanku ketika sore ini aku melihatnya bersemangat membuat masakan untuk dikirimkan kepada teman-teman yang memesan masakannya. Memasak adalah hobi yang sekarang menjadi pekerjaan sambilannya, yang sepertinya lama kelamaan bila pemesannya makin bertambah aku yakin dia bisa menjadi pengusaha sukses di bidang kuliner. Setiap Sabtu dan Minggu pagi aku tidak bisa melihat dia dengan penampilan seperti Senin sampai Jumat yang memakai setelan baju kantor, stiletto yang menutupi kakinya yang jenjang, wangi parfum yang selalu membuatku betah berdekatan dengannya, rambut yang tertata rapi.

Julie, seorang perempuan mandiri yang memiliki passion serta perfeksionis dalam mengerjakan segala sesuatu sesuai minatnya.
Perempuan yang memiliki lesung pipi di kedua pipinya, alis yang tebal namun tertata rapi tak perlulah dia melakukan sulam alis untuk mempercantik alisnya, bulu mata yang panjang dan lentik, hidung mancung, kulitnya tidak bisa dibilang gelap, tetapi eksotis karena dia termasuk pencinta pantai.
Perempuan yang setiap Sabtu dan Minggu, memakai celemek bertuliskan namanya, dengan rambut diikat cepol asal-asalan menyisakan sedikit rambut yang berjatuhan yang sekarang sudah basah menyatu dengan keringat, ekspresinya yang memasukkan bumbu-bumbu ke dalam masakannya, membuatku semakin jatuh cinta padanya ketika melihatnya bersemangat “menari” kesana kemari di “panggung dapurnya”.

Sayang…kamu ngapain melamun disitu? Daripada melamun gitu mending bantuin aku sini..”  Suara manjanya membuatku tersadar kalau sedari tadi aku melihatnya tanpa berkedip.
Aku pun berjalan ke arahnya dan bukannya membantu, aku memeluknya dari belakang ketika ia selesai mematikan kompornya dan mulai menyiapkan boxes untuk menaruh makanan untuk para pemesannya.

Sayang ah..aku masih bau masakan ni…nanti aja..” Dia pun berusaha melepaskan pelukan tanganku di pinggangnya.

“Ssshh…berisik..cuma sebentar aja..”  Dia pun berhenti melepaskan pelukanku dan menoleh ke arahku.

“Iya sayang, tapi kan aku..” Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, aku pun menutup bibirnya dengan ciuman, awalnya ia kaget namun lama-lama ia menikmatinya juga. Pelukanku mulai merenggang, tangannya pun mulai bergerak merangkul leherku, ciumanku semakin menuntut, namun ia sepertinya tak mau meneruskannya, ia pun melepaskan ciumanku, lalu mencium kening, mata, pipi, dan mengecup bibirku yang masih ingin merasakan bibirnya. 

Dengan tersenyum ia bilang “Nanti kita lanjutin ya sayang…lihat deh aku masih harus siapin semuanya..gimana mau bantuin?”

“Boleh deh…caranya?”

“Tuh tolong lihat catatan aku, ada nama dan alamat mereka masing-masing juga pesanan mereka”

“oh..mana..” Aku pun langsung membacakan pesanan-pesanan tersebut dan membantunya mempersiapkan boxes untuk para pemesan.

Nah akhirnya selesai jugaaa…makasih yah sayang…”  dengan ekspresi puas dan senang, ia pun memelukku dengan erat.

“Sayang aku mandi dulu ya, setelah itu kita jalan-jalan..ok?”
 
Iyaa…aku tunggu disini ya..”

Setengah jam kemudian, aku melihatnya memakai make up tipis namun tetap cantik dengan dress berbahan jeans, rambutnya yang sedikit ikal dibiarkan tergerai, kakinya memakai sandal santai bertali dan seperti biasa wangi parfumnya membuatku ingin selalu berada didekatnya.

Kemana kita malam ini?”  tanyanya penasaran.

udahlah..kamu ikut aja..nanti juga tahu sendiri..” Aku menggenggam tangannya dan ia tersenyum mengikuti.

###


Sejam kemudian

“Sayang….kamu koq bisa nemuin tempat kayak gini sih?” Ujarnya sambil berdecak kagum sambil berjalan mendahuluiku melihat pemandangan di sekelilingnya setelah dari tadi dia bertanya tak henti bertanya ketika kami berdua memasuki lorong sempit disebelah swalayan, jalan setapak yang sepi, dan akhirnya kami sampai di pantai yang belum banyak diketahui orang karena akses jalan yang terbatas. 

Rahasialah…gimana kamu suka kan?” Aku pun bersiap mengeluarkan sebatang rokok namun tiba-tiba ia menarik dan membuang rokokku ke laut.

Mohon deh satu kali ini aja, kamu gak ngerokok..” Pintanya sambil menunjukkan ekpresi memohon.

Hmm iya..iya…” Aku menyerah kali ini dengan tatapannya.

Eh duduk situ yuk..”  Ia menarik tanganku dan sampailah kami ke tepi jembatan. Segera ia membuka tasnya dan mengeluarkan bekal makanan serta minuman ringan yang telah kami beli di swalayan ketika dalam perjalanan. Awalnya dia bingung aku meminta dia membeli makanan cemilan kesukaannya ketika kami berada di swalayan, pertanyaan “loh koq berhenti disini?  Mau beli berapa banyak? Kamu mau ajak  aku kemana sih? Jauh gak? Pertanyaan-pertanyaannya sengaja ku diamkan dan memilih-milih makan cemilan untuk kami makan ditempat ini sambil menikmati semburat jingga dari matahari yang sebentar lagi tenggelam, dan setibanya disini akhirnya dia mengerti juga mengapa tadi kami membeli banyak cemilan, dengan lahapnya dia memakan satu persatu cemilan yang aku pilihkan tadi.

“Tadi ada yang banyak nanya kenapa tadi kita beli banyak cemilan, sekarang lahap banget makannya sampe-sampe lupa orang sebelah” Aku mulai mengganggunya dengan cara makannya yang benar-benar sangat menikmati makanan yang ada di depannya.

Dia hanya tersenyum dan mengecup pipiku. Aku pun menariknya tubuhnya pelan untuk menyandarkan kepalanya  di bahuku.
Keadaan hening sesaat ketika tiba-tiba ia berkata “Rys..kita salah gak sih lakuin hal ini?”

“Maksud kamu?”

“Iya..yang kita lakuin sekarang, kita berdua…u know what I mean Rys..”

Aku menghembuskan napas perlahan, mencium keningnya serta membelai rambutnya “Emang sekarang kamu sama Jemmy gimana? Kalian dah baikan?” 

“Hmm belum sih, udah seminggu kita gak Skype..”

“Terus kamu kangen?” Pancingku ingin mengetahui jawabannya.

“Umm..entahlah.., terus kamu sama Ningrum gimana?” Ia pun berbalik bertanya.

Ah pertanyaan ini, aku bingung untuk menjawabnya “Aku juga gak tahu sayang…Ningrum perempuan yang baik, aku gak tahu cara mutusinnya..”. Damn!! Bodoh banget jawabanku!

Mendengar jawabanku Julie pun otomatis melepaskan pelukanku. Ia menoleh ke arah yang lain, tampak kecemburuan yang terpancar dari bahasa tubuhnya. Aku sadar jawabanku menyakiti hatinya untuk menenangkannya aku mendekatkan tubuhku  kepadanya serta memeluknya erat. Awalnya ia agak meronta hendak melepaskan pelukanku namun semakin dia meronta, aku semakin mengeratkan pelukanku. Lama-kelamaan tangannya memelukku erat, terdengar isakan pelan serta air matanya yang membasahi bajuku. Suaranya pelan mengatakan “aku sayang kamu Rys, sayang banget…”

“sshh..iya sayang, aku juga sayang kamu, kita hadapin ini sama-sama ya..” Aku merasakan anggukan kepalanya. Dan ketika dia sudah tenang, aku memegang wajahnya dengan kedua tanganku, tersenyum melihat matanya yang membengkak karena menangis. Ketika aku hendak mencium bibirnya, ponselnya pun berdering.

“Jemmy..” lirihnya.

“Koq kamu tahu? Yakin Jemmy?” Aku masih tidak mau melepaskan tanganku dari wajahnya.

“nada deringnya kan sengaja aku bikin beda Rys..”

“oh..i see..” Aku pun melepaskan kedua tanganku dari wajahnya. Setelah itu ia mengambil hp dan mulai ragu untuk menjawab panggilan Jemmy.

“Angkat aja sayang..i’m okay” Tetapi yang ada dia tetap mendiamkannya dan setelah itu ia mematikan hapenya, memasukkan ke tasnya lalu ia melihatku, tersenyum dan memelukku dengan erat.

“Rys..tawaran tadi masih berlakukah?” Tanyanya tiba-tiba dari dalam dekapanku.

“Tawaran yang mana?” Aku hendak melihat wajahnya namun ia masih tetap menyembunyikan wajahnya.

Yang tentang kita hadapi ini sama-sama, aku capek Rys kalo kita sembunyi kek gini terus…mau gak kita selesaikan..aku tahu bakal banyak pihak yang sakit dengan keputusan kita namun mau gak mau kita harus hadapi kan?”

“ok..kita hadapi berdua..kamu siap?”

“Siaplah…” Dan ia memelukku semakin erat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear Bantal Kesayangan (24)

Pemeran Utama (8)

Proses Peremukan