His Smile


Coba hitung berapa kali kita tersenyum pada seseorang dalam satu hari?

Pernahkah kita menghitungnya? Atau jangan-jangan kita lupa bagaimana caranya tersenyum karena tekanan maupun tuntutan pekerjaan, masalah maupun konflik yang terjadi di rumah maupun di lingkungan kerja.

Senyum akan sulit dilakukan bila hati kita sedang tidak tenteram, tetapi cobalah kita tersenyum dan rasakan perbedaannya.

Tahukah kamu, senyum itu bisa mengubah keadaan seseorang menjadi lebih baik. Senyum itu indah. Senyum itu menenangkan.Senyum bisa menjadi inspirasi lukisan, sehingga wajar saja apabila pelukis terkenal bernama Leonardo da Vinci pada abad ke 16 membuat lukisan fenomenal dengan judul “Monalisa Smile”. Bahkan band sekelas Bad English pun membuat lagu When I see you smile dengan liriknya yang romantis ….when i see u smile..i can face the world…..

Berbicara tentang senyuman, aku jadi teringat seseorang yang kutemui di kapal cepat dalam rute perjalanan Rote-Kupang. Waktu itu kami duduk bersebelahan, dia yang sedang bingung mencari tempat duduk dan aku yang sedang sibuk mengupdate keberadaanku di media sosial.

“Halo…disini nomor 47 B kah?” suara pria yang sedang berdiri disampingku dengan membawa ransel dan koper yang berukuran sedang membuatku setengah terkejut dengan keberadaannya.

Oh iya benar…silahkan duduk saja..” Aku pun mempersilahkannya duduk disebelahku
Dengan tersenyum ia membalas “ok thanx ya…”

Sambil mencuri pandang aku melihatnya mulai menata barang-barang bawaannya. Ketika ia selesai menata barang-barangnya aku pun tak mau ketahuan kalau sedari tadi aku meliriknya lalu aku pun kembali ke aktifitasku.

Tak lama kemudian kapal pun berbunyi lama dan itu pertanda kapal akan melaju ke tujuan.

“Hey…boleh tanya tidak?” Lagi-lagi ia mengajakku bicara.

“iya boleh..kenapa…?”

“berapa lama sih kita nyampe Kupang? Ini pertama kalinya saya naik kapal cepat..”

“yah biasa satu setengah jam aja sih…enakan pesawat kali..cepat..kenapa gak naik pesawat aja sih?”

“kemarin saya datang sama teman-teman pake pesawat..nanti sore mereka pulang naik pesawat, cuma saya aja yang penasaran pengen balik naik kapal cepat.., lalu kamu? Eh sorry boleh tau nama kamu siapa? Saya lupa kalo sedari tadi kita belum kenalan ya…” Ia pun menyalamiku dan menyebutkan namanya.

“Saya Adam…”

“Saya Evelyn, tapi kamu bisa panggil saya Eve…”
Seketika itu juga kami terdiam sesaat, tersenyum dan pecahlah tawa kami karena nama kami yang “jodoh”.

Berawal dari situ kekakuan kami mencair dan kami pun saling berbagi cerita.

Aku baru tahu dia berasal dari Jakarta dan sedang berlibur bersama teman-temannya untuk keliling pulau Flores lalu tercetuslah ide untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Rote sekaligus untuk melihat lokasi tanah yang akan dibeli oleh perusahaan dimana ia bekerja.

Obrolan kami layaknya seperti teman lama yang baru ketemu, hingga saat tiba kapal kami agak oleng karena gelombang puku afu, dia terdiam dan raut wajahnya berbeda.

“Gelombang kayak gini bakal berapa lama?” tanyanya dengan ekspresi cemas.

“Cuma 15 menit aja koq..tenanglah…” Aku pun menenangkannya walaupun aku juga rada cemas juga.

Setelah 15 menit, dia pun kembali mengobrol  seperti biasa.

“Lalu kenapa kamu juga naik kapal cepat, kan pesawat lebih cepat..?”  Tanyanya padaku
 

“Sebenarnya sih dari kemarin aku juga bingung mau naik pesawat atau kapal..cuma hati ini milih  condong  naik kapal aja..hmm bukannya aku takut naik pesawat tapi aku rasa naik pesawat lebih deg-degan dari naik kapal”

“Koq bisa? Lebih enak pesawat kali menurutku, gak rasain gelombang kayak tadi..”

“Iya sih..tapi coba kalo bayangin kalo terjadi apa-apa di pesawat kan, kita susah nyelamatin diri, ibaratnya kita serahin diri kita total ke pilot, kita di ketinggian, kalo jatuh ya jatuh..nah kalo naik kapal, kayak tadi misalnya gelombang datang, kapal oleng, setidaknya kita bisa nyelamatin diri dengan berenang kek, apa mengapung yah kemungkinan besar masih bisa selamat.”

“hmm ya..ya masuk akal juga hahaha tapi ini gak maksud nakutin-nakutin kan..masalahnya sore ini saya harus balik ke Jakarta naik pesawat..”

“Ya gaklah..kan tadi kamu yang tanya, aku cuma takut dengan penerbangan yang rendah aja…makanya aku lebih memilih naik kapal..”

“Ooh I see..”

Tak terasa waktu berjalan cepat, aku melihat sebagian penumpang sudah siap-siap untuk turun dari kapal, begitu pun dia.

Wah entar lagi udah sampe…kalo boleh saya bisa minta no hp kamu, yah kalo gak keberatan..”  Dengan tas yang sudah ada di punggungnya, ia sudah bersiap-siap mengantri untuk keluar dari kapal.

“Boleh..nih kartu namaku, kalo ke Rote lagi..kontak aja…” jawabku sambil melempar senyum termanisku.

“Notaris? Koq kamu tadi gak bilang, kebetulan aku dan teman-teman lagi cari Notaris yang berkantor di Rote, kami mau buat akta untuk kerjasama”

“Yah….bisa diaturlah..nanti lanjut by phone aja ya…aku duluan…”


Senyumnya. Entah sampai saat ini aku masih bisa mengingatnya.

“Hey..hey..ngelamun aja…senyum-senyum lagi…curiga gw…”

Sahabatku dari kecil si Rahel, yang sedari tadi aku jutekin karena terlambat menjemputku di bandara dengan tampang tak bersalahnya menanyakan alasan kenapa ku tersenyum sendiri.

“apaan sih sirik aja lo liat gw happy..”

“yah abis dari tampang lo jutek banget”

“ya gimana gak jutek..gw musti nunggu 2 jam di bandara..”

“hahaah tapi sumpah deh your face gives a different aura compared to this early morning when you arrived….cerita dong…gw lama gak denger curhatan lo…pasti ada something nih..ngaku loe!..”

“hahahaha masa’ sih…udah ah curhatannya ditunda dulu ya…gw mau mandi dulu…” Aku pun kabur mengambil hapeku karena sedari tadi Adam menelponku…

“Evelyn…………ih jahat bannget lo…cerita dong !!” Rahel pun mengejarku karena penasaran.

“hahahahaa..iya..iya nanti……”




“Ya halo….” Aku pun tersenyum mendengar suaranya di seberang sana.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemeran Utama (8)

MENANTI -end- (Chapter 12)

Pria di Ujung Dermaga