Antara kamu, aku dan sang waktu
Pernah
gak kamu disodorin pertanyaan
sederhana oleh seseorang dengan
pertanyaan “Kamu
kangen gak sama aku?”.
Pertanyaan
itu sesungguhnya bisa dijawab dengan cepat bila yang menanyakan adalah teman
maupun sahabat kita yang sudah lama tidak bertemu dengan kita dan tentu saja
kita akan menjawab “ya..iyalah kangen
banget..gak perlu nanya gitu lha ya…,kabar kamu gimana sekarang?...........dst
lalu obrolan pun akan berlanjut.
Tetapi
bagaimana jawabanmu bila pertanyaan itu
diajukan oleh orang yang pernah menempati tempat spesial di hati kamu selama 5
tahun, dan kalian telah berpisah selama 2 tahun.
2
tahun tanpa komunikasi dengannya.
2
tahun tanpa menjalin hubungan dengan orang lain.
2
tahun dengan kesibukan kantor.
Kalian
bertemu lagi pada suatu acara pernikahan teman karena kalian memang mempunyai
hubungan pertemanan yang baik dengan pasangan pengantin itu.
Kamu
tak menduga ia akan datang.
Sebaliknya
pun ia.
Kalian
saling menyapa satu sama lain, berbaur dengan teman-teman lain dan hingga pada
suatu waktu ia bertanya dengan santainya “Kamu
kangen gak sama aku?”
Pertanyaan
sederhana namun pertanyaan itu seperti jarum suntik yang menusuk kulitmu.
Tak
ada darah, tetapi sakitnya mengagetkanmu dari tidur panjangmu.
Aku
bingung harus menjawab apa, karena memang kuakui selama 2 tahun ini aku
benar-benar merindukannya.
Aku
merindukan tawanya.
Aku
merindukan senyumnya.
Aku
merindukan pelukan hangatnya ketika ku sedang merasa capek.
Aku
merindukan sentuhan tangannya ketika ia merapikan poniku untuk mencium keningku
saat kami berpisah.
Aku
merindukan panggilan sayangnya untukku.
Aku
merindukan berdebat dengannya hingga dini hari.
Aku
merindukan pembicaraan bodoh kami disaat orang lain tidak mengerti pembicaraan
kami.
Kau
tahu, 5 tahun bukanlah waktu yang terbilang sebentar bagi hubungan kami. Banyak
hal yang kami lewati bersama baik hal menyenangkan maupun hal menyedihkan
dimana kami saling menguatkan.
Seringkali
pertengkaran mewarnai hubungan kami, bahkan rasa jenuh yang seringkali datang
menyergap kami ketika hubungan kami sedang baik-baik saja.
Keputusan
break pun tak jarang terlontar dari
mulut kami ketika kami sedang mengalami kejenuhan. Baik oleh dia maupun dariku.
Seperti ada kesepakatan tak tertulis diantara kami, kami pun mengambil jarak.
Tidak ada komunikasi sama sekali.
Namun
setelah beberapa minggu kemudian, salah satu dari kami kalah oleh masa
kesendirian kami.
Pertanyaan
“Kamu dimana? Udah makan? Temenin aku
makan yuk...” selalu menjadi senjata pertanyaan pamungkas untuk kami
berbaikan kembali.
Kejadian
itu akan selalu berulang, hingga tiba pada satu titik, kami benar-benar
memutuskan untuk berpisah.
Tak
ada pertengkaran yang membuat kami harus mengambil keputusan berpisah.
Hubungan
kami benar-benar sangat baik kala itu. Aneh kan? Memang aneh.
Di
saat orang lain seperti kami sedang menjalani hubungan yang baik-baik saja dan
malah merencanakan untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius namun kami
memutuskan untuk berpisah.
Yang
kami lakukan saat itu adalah berpelukan cukup lama, lalu kami sadar kami harus
berpisah demi kebaikan kami, maka kami pun merenggangkan pelukan kami, tersenyum
dan ia mengecup keningku untuk terakhir kali.
Ia
pergi. Aku pun begitu.
Tak
ada komunikasi diantara kami, bahkan semua media sosial yang kami punya pun
kami hapus dan kami ganti tanpa meng-add satu dengan yang lain.
2
tahun bukanlah hal yang mudah bagiku untuk melupakannya.
Aku
pun berusaha membuka hati untuk orang lain serta menjalin hubungan tetapi
selalu saja kandas. Aku merasa capek dengan semua hubungan percintaan yang
membosankan dan untuk menutupi ruang hatiku yang kosong, aku pun menambah jam kesibukanku.
“Koq diem?”
“Hmm….”
“Pertanyaanku
tadi dijawab dong Nara, kamu kangen gak sama aku?”
“Pertanyaanmu
gak penting amat sih Daru…udah ah..kita nyoba es krim disitu yuk..”
“Bagiku penting tinggal jawab aja kenapa sih….”
Sahutnya sambil tetap mengikutiku ke stand es krim.
Bukannya aku tidak mau menjawab, tetapi memang tak mudah menjawabnya.
“hahahaha…kamu kenapa sih..aku malas jawabnya udah ah ni enak tau es krimnya…aku suapin ya…”
Dengan muka
tetap cemberut ia pun membuka mulutnya. Walaupun kejadian itu mengundang reaksi
teman-teman kami, tapi kami santai menanggapinya.
Ketegangan kami
pun mencair seketika. Kami pun saling mengobrol satu sama lain layaknya teman
lama yang lama tak bersua, lalu selanjutnya kami didaulat untuk bernyanyi duet,
Lagu I’m Yours-nya Jason Mraz pun mengalir lancar ketika kami bernyanyi bersama.
Kami merasakan chemistry yang dulu kami rasakan. Ia menggandeng tanganku dengan
erat.
Saat kami bernyanyi dan ia mulai menggandeng
tanganku, aku tidak tahu apa yang terjadi pada hubungan kami selanjutnya. Dia
pun begitu. Yang kami tahu kami hanya ingin menikmati hari ini. Hari pertemuan
kami.
˜˜˜˜˜
3
tahun kemudian.
“mbak…mbak…bangun
mbak..” suara
dari petugas bandara mengagetkanku dari tidur lelapku.
“pesawatnya jam berapa mba?”
“ jam 09.30 mas, kenapa?”
“Mbak yang namanya Inara Darlia ya?”
“iya…”
“wah mba’ udah dipanggil dari tadi… ayo ikut
saya..mba’ penumpang terakhir yang dipanggil dari tadi…”
“hah?! Iya ..iya mas…”
Ditengah kepanikan untuk segera naik
pesawat, ponselku berbunyi menandakan sms masuk dan aku tersenyum melihat
pengirim pesan itu.
Daru
Bimantara
C
u soon darl. Awas jangan ketiduran…love u :)
Komentar
Posting Komentar