His X -terakhir- (15)
Kekecewaan yang nampak dari raut wajah Rexy kemarin membuatku
tidak bisa tidur semalaman hingga membuatku tidak bisa berkonsentrasi melayani
pasien-pasien yang datang hari ini. Hampir saja aku lupa mengganti infus salah
satu pasien di ruang UGD. Fatal!
“Kamu kenapa sih May? Beberapa hari ini aku liat kamu sering
gak konsen..” Ve salah satu teman terdekatku di RS sampai terheran karena
sikapku yang tidak seperti biasanya.
“Rexy…aku merasa bersalah banget ma dia Ve..”
“Emangnya kenapa?” Dari pertanyaan singkat Ve, mengalirlah
semua cerita dari saat Rexy menjemputku hari itu sampai sedetail mungkin.
“Aku salah ya Ve?” tanyaku dengan nada polos dan pasrah untuk
siap mendengar nasehat-nasehat pedas yang akan ia lontarkan padaku sebentar
lagi. Oya perlu kuberitahu Ve itu tipe orangnya kalo kasih komentar selalu pedas-pedas
nyakitin tapi semua nasehatnya selalu benar. Dia gak suka menghibur dengan
kata-kata manis. Nyebelin sih cuma gak sreg kalo belum curhat ke dia.
“Masih nanya lagi…! Ya iyalah…! Kamu tuh emang musti belajar
peka May..nih ya dari ceritamu aja Rexy tuh udah nunjukin sayangnya ke kamu cuma
kamunya yang lemot apa bodoh ya?”
“Ve! Jahat banget sih ngatain aku bodoh…huhuhu…”
“Biarin! Aku mau kamu sadar May gini ya dari awal mau jemput
Sandra aja dia sampe jemput kamu dulu, kalo dia gak anggap kamu penting dia
bisa-bisa aja jemput Sandra diam-diam, malamnya baru hubungin kamu…nah gimana
kamu gak nangis bombay coba, bisa-bisa aja aku ditelpon jam 1 pagi untuk
dengerin curhatanmu, terus Rexy masih minta ijinmu untuk ikut kumpul sama
temen-temennya, ngebujuk kamu pula untuk ikut dampingi dia datang ke nikahan
Agni, lalu………”
“Iya..iya…aku salah..salah…gak usah diterusin lagi…”
mendengarkan Ve membuatku sadar kalo Rexy sudah cukup malah berlebih untuk
mengungkapkan rasa sayangnya padaku, kenapa aku malah yang jadi meragukan dia?”
“Hmm…udah sadar kan sekarang?”
“Iya..iya…”
“Kalo gitu pulang duluan sana, Rexy udah tunggu kamu dari
tadi di lobby..”
“Hah??” apa aku gak salah denger?
“kalo gak percaya…liat sendiri aja…udah ya aku mau ke kantin
bentar..baikanlah kalian..bye..nanti cerita-cerita ya” Ve tersenyum padaku lalu
berbelok ke kantin. Dan aku? Aku pun bergegas ke loby…..Ah itu dia.
“Rex..” Aku menyapanya dengan nada pelan lalu duduk
disebelahnya. Dia masih asik dengan games di Ipadnya.
“Hmm…”
“Maaf…”
“Iya..ntar ya Yang..aku selesain dulu, tanggung.” Aku
menunggunya dengan sabar sampai 10 menit kemudian.
“Kamu apa kabar?” tanyanya singkat setelah mengakhiri games
di Ipadnya.
“Gak baik” jawabku sekenanya.
“Kenapa?” Ia bertanya dengan nada yang datar.
“Dicuekin sama kamu, gak enak..” Jujur pas ngomong ini,
suaraku udah mulai serak.
“Itu karena siapa?” Ia bertanya balik.
“Aku sendiri…” Mengaku lebih baik daripada diam-diaman gini.
“Baguslah kalo sadar..”
Aku gak tahu mau jawab lagi karena air mataku sudah tumpah,
aku menunduk terus supaya ia tidak tahu kalau aku menangis, namun seketika ia
membawaku ke pelukannya. Kalau saja adegan ini bukan di Rumah Sakit mungkin
suara tangisku bisa pecah sejadi-jadinya,
jadi aku hanya menangis terisak-isak di dadanya. Hanya dengannya aku bisa
bersikap manja, lebay begini.
“Ssst..iya..iyaa aku juga minta maaf ya..udah ah..kita pindah
aja ya..banyak orang liatin tuh…” Ia buru-buru menenangkanku.
“Biarin…supaya orang tahu cewek secantik aku tega-teganya
dicuekin sama kamu..huhuhu…”
“hahaha…nangis-nangis tetap aja narsis..oya aku mau nunjukin
satu tempat ke kamu…udahan ya nangisnya…” ia lalu menghapus air mataku, tutup
mata dulu ya, aku pasrah saja ia memakaikanku sapu tangan untuk menutup mataku.
~~~
Sesampainya di tempat tujuan yang
memang tak jauh dari lobby, ia membuka mataku.
Kami tiba di suatu ruangan yang
membuatku teringat, inilah tempat dimana kami pertama kali bertemu. Waktu itu
dia berstatus pasien yang terbaring lemah dengan peralatan bantuan pernafasan.
Selama 3 bulan aku merawatnya, memberikannya obat melalui infus, membersihkan
wajahnya dengan handuk hangat, mengunjungi untuk membacakan cerita untuknya,
mendoakannya dalam keheningan malam ketika keluarganya sudah pulang disebabkan
jam besuk yang sudah berakhir.
“Kamu percaya gak Yang..meskipun aku
tak sadarkan diri, aku bisa merasakan kehadiranmu. Kamu yang selalu ada buat
aku. Kamu yang diam-diam mendoakanku sambil memegang tanganku padahal kita gak
saling kenal, kamu yang membasuh wajahku dengan hati-hati, kamu yang selalu
bercerita keseharianmu padahal aku tidak bisa berbalas cerita denganmu. Hingga
saat aku sadar, aku cuma mau kamu yang ada di pandanganku walau itu tidak
terjadi"
“Iya Rex, waktu itu aku lagi sakit
jadi gak masuk, padahal aku dikabari sama temenku kamu akhirnya sadar..”
“Makanya Yang…aku kemarin marah sama kamu,
karena kamu raguin aku, kamu yang terpenting buat aku..kamu yang selalu ada
buat aku bukan dia..”
“maaf ya Rex…itu karena aku baca
comment di fotomu sama Sandra…”
“Yaelah…mereka gak tahu apa-apa
Yang..makanya jangan terlalu berasumsi, udah asumsi salah dihubungi malah
ngejauh…makanya tuh jadi sakit gak jelas gitu kan…”
“Huh..iya..gak lagi-lagi deh…janji…”
dengan gaya tangan “peace” aku berjanji tidak akan meragukan hubungan kami.
Ia pun tersenyum lalu memelukku
dengan erat.
“I love u Yang…”
“Love u too Rex..”
Komentar
Posting Komentar