Lanjutan Cerita Pemeran Utama (10)
Ricky. Dia adalah pria masa lalu yang pernah membuatku kagum
dengan karismanya, dia memang tak pernah tahu aku menyukainya karena dulu aku
mengaguminya diam-diam. Dia tak pernah tahu kalau aku pernah mencuri salah satu
fotonya ketika ia ikut lomba debat bahasa inggris di sekolahku. Dia tak pernah
tahu setiap tulisan yang ia kirimkan ke mading sekolah, selalu aku copy untuk
arsip pribadiku. Dia tak pernah tahu, diam-diam aku sering menjadi penonton
setianya bila ia mengikuti berbagai lomba membaca puisi sastra. Dan yang membuatku tertarik untuk bekerja
menjadi editor hingga bercita-cita menjadi penulis terkenal, salah satu
faktornya ada dia.
“oi..oi…udah jam pulang nih..kamu ngelamun apa cari inspirasi
sih?” tanyanya sambil melambaikan tangannya di wajahku.
“sst jangan berisik, aku lagi ngedit nih..kamu pulang duluan
ajalah…”sahutku pura-pura sibuk menatap laptop.
“kamu pulang sama siapa?”
“pulang sendirilah…”
“loh pacar kamu? Kata anak-anak kamu sering dijemput sama
dia?”
“akhir-akhir dia lagi sibuk sama kompetisi robotnya…”
“oh…ya udah pulang bareng aja..rumah kita kan searah…nanti
kamu bilang dia deh…biar dia gak cemburu sama aku..”
“hmm..tenang dia gak bakal cemburu koq…..”
“masak? Gak mungkinlah..tiap laki-laki pasti cemburulah kalo
wanitanya pergi sama laki-laki lain…”
“enggak..dia beda..udah yuk..aku juga capek nih…”
“ok..”
Kata orang jangan bermain api bila tak ingin terbakar.
Berawal dari ia sering mengantarku pulang, hubungan kami menjadi semakin dekat.
Ketika aku sedang suntuk-suntuknya, ia mengajakku ke tempat-tempat yang tak
pernah aku singgahi sebelumnya. Ia mengajakku ke pasar sekedar mencari
keramaian, ke galeri lukisan, dermaga, mengelilingi kota Jakarta naik bis.
Aku semakin menjauh dari Axel. Padahal biasanya ketika Axel
tidak mengabariku satu hari saja, aku bakal telpon bahkan PING di BBM sampai
berkali-kali, namun kali ini terbalik.
PING!
“ya sayang…kenapa?”
“koq kenapa? Kamu
kemana aja sih?”
“di kantor”
“aku telpon ya,
bisa..?”
“yo..”
Tak lama kemudian, ponselku bordering.
“hmm…”
“kamu kenapa sih Kei
bukannya halo malah nyahutnya gitu?”
“kenapa apanya?”
“kesannya malas banget
ngangkat telpon aku..”
“ya ampun sayang, mulai
deh kamu…gimana kompetisinya? Menang?”
“bukannya aku dah
cerita timku menang ya?”
“hah? Kapan?” aku pun
terdiam sambil mengingat-ingat. Ya ampun dia udah cerita kemarin.
“sayangg…maaapp iya
kamu dah cerita kemarin…huhuu maaaf..”
“kamu kenapa sih Kei
akhir-akhir gak fokus sama apa yang aku ceritakan?”
“Yah sayang..gitu aja
dibesar-besarin…udah ah aku gak mau bertengkar sama kamu..ketemu aja jarang…!”
“…aku juga capek
bertengkar sama kamu..”
“ya udah bye!”
~ ~ ~
Tiga jam berlalu, dan aku sudah meminum 3 gelas kopi pahit.
Lidahku pun terasa pahit namun aku tahu kepahitanku ini tidak sebanding dengan
perasaan Axel ketika ia melihatku dengan Ricky berciuman di teras rumahku.
Waktu itu kami baru saja pulang dari pesta ulang tahun Jefina, teman SMA kami
hingga larut malam, mungkin karena pengaruh minuman beralkohol yang jarang
banget aku minum, aku jadi terbawa suasana. Ketika aku hendak masuk ke rumah
dengan sempoyongan, tiba-tiba ia menarikku dalam pelukannya dan ia mencium
bibirku. Awalnya aku sedikit kaget dengan apa yang ia lakukan padaku, tapi
entah karena efek minuman yang aku teguk di bar, aku membalas ciumannya. Aku
akui he’s good kisser. Aku lemah dan
tak berdaya. Aku tahu itu tidak boleh kulakukan karena aku sudah memiliki
laki-laki yang baik.Keesokan harinya, Rinta adik sepupuku yang tinggal
serumahku memberikanku sebuah compact disk, ternyata cd itu diberikan Axel
semalam.
“Kapan CD ini Axel kasih Rin?”
“Jam 11 kak..15 menit sebelum kakak pulang…”
“hah??!”
Aku pun buru-buru membuka cd itu…aku menangis sejadi-jadinya
melihat video yang ada dalam cd.Hari ini anniversary kami.
Aku menghancurkannya.
Aku menelponnya berkali-kali tapi ia tak mengangkatnya.
Sesampainya dirumahnya pun, tampak tak ada orang dirumah itu.
Seminggu kemudian,dia memintaku untuk bertemu.
Bertemu untuk berpisah. Rasanya sakit. Ketika kamu sadar,
orang yang memiliki banyak perbedaan denganmulah sebenarnya adalah penyeimbang
hidupmu.
Dia yang tak begitu tahu dunia tulis menulis namun selalu mendukungku
dengan caranya sendiri. Pernah aku begitu sangat jenuh mengedit beberapa
naskah, ia mengajakku untuk bermain kartu.
Aku yang suka lebay kalo dia gak ada kabar, namun dia selalu
memberi kejutan dengan datang ke kantorku secara tiba-tiba.
Dia yang tahu aku suka makan banyak, selalu mengajakku ke
tempat-tempat makan yang bisa aku coba sepuasnya.
Aku pernah tanya…”kamu gak takut aku gendut?”
“gaklah…aku suka kamu kalo makan selalu habis..itu namanya
menghargai makanan…makanan aja kamu hargai..apalagi aku…haahaha…”
“belajar darimana tuuhh gombalan gitu…”
“Ada deh..cepetan makannya..masih ada satu tempat makan lagi
yang harus kamu coba…”
“apa!”
“hahahah…..dietnya nanti-nanti aja ya sayang…”
~ ~ ~
Gelas keempat kupesan lagi.
Tapi kali ini pelayannya tidak memberikanku minuman yang
kupesan, malah ia memberikanku segelas coklat.
“Mbak..mbak..saya kan gak pesan ini..”
“Gak papa..ini dipesan dari pelanggan kami untuk mbak…katanya
kasian kalo dari tadi minum kopi pahit dari tadi”
“hah..siapa?”
Pelayan itupun melihat kearah lantai atas. Aku mengikuti
pandangannya.
Penasaran
dengan orang yang memesankan minuman manis untukku, aku pun ke lantai atas.
Hanya
ada seseorang yang duduk disitu, dengan kursi kosong yang ada di depannya.
Tulisan RESERVED di mejanya membuatku bisa menebak kalau itu dia.
Axel?
Ketika
aku hendak menyapanya,seseorang yang
kukira Axel pun menoleh, memberikan senyum manisnya untukku yang biasa ia
perlihatkan di icon messenger.
Cha?????
Komentar
Posting Komentar